Senin, 26 November 2012

BEBERAPA PERTANYAAN DAN USULAN TENTANG MONEV ONLINE


         Kami sangat berterima kasih kepada LKPP yang telah berkerja keras membuat sistem untuk mendukung kelancaran proses pengadaan barang dan jasa. Salah satu  terobosan besar yang telah dikerjakan LKPP adalah membuat sistem Monev Online untuk memonitor dan mengevaluasi kegiatan pengadaan barang dan jasa.
              Setelah mengikuti workshop Monev Online di Banjarmasin pada tanggal 9 s.d 11 Oktober 2012, kami sangat ingin segera menerapkan Monev Online untuk kebutuhan monitoring dan evaluasi di Pemerintah Kabupaten kami (Kabupaten Hulu Sungai Selatan). Namun setelah kami mencoba untuk mengutak-atik Monev Online versi latihan melalui website: monev.lkpp.go.id:8888 ternyata kami menemukan banyak kendala untuk bisa segera menerapkannya. Kendala-kendala yang kami temukan itu meliputi:
1.      Pada Monev Online, masing-masing akun hanya bisa mengakses data berdasarkan pada Satuan Kerja yang melekat pada ID mereka, sedangkan Pokja ULP kami memproses pengadaan barang/jasa  lintas satuan kerja sehingga saat mereka masuk ke Monev Online, mereka tidak bisa mengakses paket pengadaan yang mereka kerjakan melalui SPSE bila paket pengadaan itu berada pada satuan kerja lain. Misalnya Pokja A (pada Monev Online tercatat pada satuan kerja Dinas PU Kab. HSS) tidak bisa mengakses paket pengadaan pada satuan kerja Dinas Kesehatan Kab. HSS yang mereka kerjakan di SPSE, namun Pokja A ini bisa mengakses (melihat, mengupdate, menambah) data-data paket pengadaan pada satuan kerja Dinas PU Kab. HSS yang dikerjakan oleh Pokja lainnya, walaupun itu bukan paket yang dikerjakan oleh Pokja A. Hal ini disebabkan karena akun PA/KPA, PPK, ULP dan PPHP pada Monev Online tidak terintegrasi dengan akun mereka di SPSE. Akibatnya saat menggunakan Monev Online, mereka tidak bisa melengkapi data paket pekerjaan yang mereka kerjakan melalui SPSE pada satuan kerja lain. Hal ini bisa mengakibatkan protes dari para pemegang akun Monev Online.

No
AKUN
PREDIKSI MASALAH
1
PA/KPA
Tidak bermasalah karena 1 PA/KPA di Pemkab HSS memegang 1 Satker
2
PPK
Berpotensi bermasalah karena 1 Satker di Pemkab HSS terkadang memiliki lebih dari 1 PPK sehingga antar PPK di dalam 1 Satker itu bisa saling mengutak-atik paket pengadaan milik PPK lainnya.
3
PPHP
Berpotensi bermasalah karena 1 Satker di Pemkab HSS bisa memiliki anggota PPHP yang berasal dari satker lain sehingga mereka tidak bisa mengakses data paket pengadaan yang berada di luar satker yang melekat pada ID mereka
4
ULP
Bermasalah karena 1 Pokja ULP di Pemkab. HSS menangani paket pengadaan lebih dari 1 satker, bahkan menangani institusi lain di luar Pemkab. HSS. Sedangkan pada Monev Online mereka hanya bisa mengakses data paket pengadaan yang berada pada satker yang melekat pada ID mereka, bahkan mengutak-atik paket yang berada pada satker mereka yang dikerjakan Pokja lain

Usulan: Akan lebih baik bila akun SPSE diintegrasikan dengan akun Monev Online sehingga lebih efisien dan mereka bisa mengakses (melihat, menambah, mengupdate) data paket pengadaan pada Monev Online sesuai dengan paket-paket pengadaan apa saja yang mereka kerjakan di SPSE walaupun paket pengadaan itu berada pada satuan kerja lain. Selain itu mereka juga tidak bisa mengutak-atik paket pengadaan yang bukan otoritas mereka.
2.      Ada beberapa masalah system yang sepertinya tidak berfungsi dengan semestinya, fitur-fitur yang tidak berfungsi itu seperti:
a.       Beberapa tombol UPDATE yang disediakan ternyata tidak berfungsi, yaitu pada:
                            i.      Tombol UPDATE pada akun , PPHP, PPK dan ULP untuk mengupdate paket pekerjaan pada tab DETAIL DATA -> MELALUI PENYEDIA, ketika di klik muncul tulisan “Undefined offset: 1z”. Namun tombol ini ternyata berfungsi pada data paket pengadaan yang diinput manual (bukan data yang diambil dari SPSE).
                          ii.      Tombol UPDATE pada akun PPK untuk mengupdate data sanggahan pada tab DETAIL DATA -> SANGGAHAN, ketika di klik muncul tulisan “Undefined offset: 1z”.
                        iii.      Tombol UPDATE pada akun PPK dan ULP untuk mengupdate data penyedia pada tab DATA MASTER -> PENYEDIA, ketika diklik ternyata seluruh data terkunci (tidak bisa diedit). Kalau memang PPK dan ULP tidak punya hak untuk mengedit data penyedia maka sebaiknya tombol UPDATE PENYEDIA ini dihapus saja dari akun PPK dan ULP.
                        iv.      Tombol UPDATE pada akun PPHP, PPK, ULP dan PA/KPA untuk mengupdate data GANTI PASSWORD pada tab SELAMAT DATANG -> GANTI PASSWORD. Ketikda di klik akan muncul tulisan “ Anda tidak diotorisasi untuk melakukan action ini”. Kalau memang PPHP, PPK, ULP dan PA/KPA tidak mempunyai hak untuk mengupdate datanya maka sebaiknya tombol UPDATE pada fitur GANTI PASSWORD ini dihilangkan saja dari akun mereka.
b.      Tombo EKSPOR pada akun Admin KLDI untuk mengekspor data paket pengadaan yang melalui penyedia barang/jasa pada tab DETAIL DATA -> MELALUI PENYEDIA, ketika diklik ternyata eror (muncul tulisan “Trying to get property of non-object”).
c.       Fitur SEARCH dan DROP DOWN (untuk mengisi data paket pengadaan dengan memilih data-data yang telah tersedia di dalam sistem) sering bermasalah (lamat atau terkadang eror).
Usulan: para programer LKPP pasti sangat mampu untuk memperbaiki disfungsi sistem di atas
3.      Fitur EKSPOR hanya ada pada tab DETAIL DATA -> MELALUI PENYEDIA yang dimiliki oleh akun PPHP, PPK, ULP, PA dan Admin LKPP (juga ada pada akun Admin KLDI namun tidak berfungsi) dan juga pada tab DATA MASTER -> USER yang dimiliki oleh akun Admin KLDI dan Admin LKPP. Padahal fitur EKSPOR ini sangat diperlukan untuk mengekspor data2 paket pengadaan Melalui Swakelola, Daftar Hitam, Sanggahan, Satuan Kerja, Pegawai, Penyedia dan juga pada tab Analisa agar kami bisa melakukan analisa dan perhitungan matematis lebih lanjut dengan program Ms.Excel dan sejenisnya.
Usulan: kami sangat mengharapkan agar fitur ekspor ini juga diakomodir pada tab-tab di bawah ini:
a.       DETAIL DATA –> MELALUI SWAKELOLA
b.      DETAIL DATA –> DAFTAR HITAM
c.       DETAIL DATA –> SANGGAHAN
d.      DATA MASTER –> SATUAN KERJA
e.       DATA MASTER –> PEGAWAI
f.       DATA MASTER –> PENYEDIA
g.       ANALISA
4.      Jumlah paket pengadaan pada LPSE Kab. Hulu Sungai Selatan yang berstatus “lelang sudah selesai” pada SPSE ternyata berbeda dengan yang terpampang di Monev Online. Pada SPSE tertanggal 8 November 2012 jam 12.05 WITA tercatat ada sebanyak 229 paket yang berstatus “lelang sudah selesai” sedangkan pada Monev Onlie dengan tanggal dan waktu yang sama tercatat ada 215 paket yang berstatus “lelang sudah selesai”. Mengapa bisa berbeda?
Usulan: Akan sangat beguna sekali bila data yang ada pada SPSE sama persis dengan data yang terpampang pada Monev Online agar bisa dilakukan monitoring dan analisa yang up to date.
5.      Pada Monev Online versi 1.0 RC 14 ini hanya ada akun untuk PA/KPA, PPK, PPHP, Admin KLDI, Admin LKPP dan ULP.  Sedangkan untuk Pejabat Pengadaan dan Auditor belum ada. Tugas Pejabat Pengadaan memang mirip dengan ULP (walaupun ada beberapa hal yang berbeda) namun karena di sistem Monev Online versi 1.0 RC.14 ini tidak ditemukan kata “Pejabat Pengadaan” sehingga terkesan seakan-akan Pejabat Pengadaan dan paket-paket yang mereka kerjakan tidak diakomodir dalam sistem ini. Para Auditor juga memerlukan sistem Monev Online untuk bisa melakukan monitoring dan evaluasi dengan lebih cepat.
Usulan: Rasanya akan lebih sempurna bila akun untuk Pejabat Pengadaan dan Auditor diakomodir.
6.      Pada tab DETAIL DATA - MELALUI SWAKELOLA para pengguna Monev Online hanya bisa memilih 1 jensi pengadaan. Padahal pada kenyataan di lapangan bisa meliputi berbagai jenis pengadaan (bisa meliputi pengadaan barang, konstruksi, jasa lainnya dan/atau jasa konsultansi).
Usulan: Bisa dipertimbangkan agar pengguna Monev Online bisa memasukkan lebih dari 1 jenis pengadaan saat melengkapi data paket pengadaan yang dilakukan melalui swakelola.
7.     Setelah saya membaca User Manual dan mengutak atik Monev Online versi latihan, saya tidak menemukan fungsi untuk menambahkan data PEGAWAI pada akun manapun. Setahu saya mungkin data pegawai yang ada pada sistem Monev Online versi 1.0 RC 14 saat ini langsung diambil dari SPSE. Ketidak tersediaan fitur untuk menambah data pegawai ini akan terasa menjadi kendala saat mengisi data SANGGAHAN, karena saat PPK dan PA/KPA akan menambahkan data sanggahan, mereka akan diminta untuk mengisi data pegawai dengan memilih data pegawai yang telah tersedia di Monev Online. Namun bagaimana jalan keluarnya bila pegawai yang kita ingin isikan pada fitur TAMBHA SANGGAHAN atau UPDATE SANGGAHAN itu tidak tersedia dalam data pegawai pada Monev Online?
Usulan: fitur TAMBAH PEGAWAI bisa dimunculkan pada Admin KLDI.
8.      Akun PPHP, PPK dan ULP pada suatu satuan kerja (kita sebut saja Satker A) ternyata bisa mengubah data paket PPHP, PPK dan ULP lain pada satuan kerja lainnya melalui jalur : tab SELAMAT DATANG -> GANTI PASSWORD -> LIHAT DATA -> link KAB. HULU SUNGAI SELATAN (Instansi) -> link SATKER -> link PAKET -> UBAH. Hal ini bisa berbahaya karena pihak lain bisa menyabotase isi data paket pengadaan di Satker/Instansi lain dan bisa menimbulkan potensi “saling tuduh”.
Usulan: kami yakin para programer LKPP bisa menutup kekurangan ini.
9.      Pada tab ANALISIS terdapat tombol “SAIKU”. Dalam manual user dan pada Monev Online sendiripun tidak ada penjelasan sedikitpun mengenai apa fungsi dan bagaimana cara menggunakan fitur ini. Fitur-fitur pada tab ANALISIS ini dan juga tab DASHBOARD terasa masih terasa tertinggal bila dibandingkan saat kami menganalisis dan membuat grafik dengan menggunakan Ms.Excel dan program sejenisnya.
Usulan: berikan fungsi kepada semua akun untuk mengekspor data-data paket pengadaan yang lengkap ke dalam format yang bisa dibuka di program Microsoft Excel atau program-program sejenis agar kami bisa melakukan analisa lebih lanjut dan membuat grafik yang sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Kabupaten kami

Semoga masalah-masalah yang kami hadapi ini bisa menjadi masukan untuk LKPP dalam menyempurnakan sistem Monev Online. Kami percaya bahwa LKPP sangat terbuka untuk berbagai masukan dan usulan dari berbagai pihak. Untuk bahan penelaahan bagi LKPP, bersama ini saya lampirkan matriks hasil utak-atik sistem Monev Online versi latihan yang saya lakukan dalam format PDF. Namun bila Bapak memerlukan matriks dengan format Ms.Excel, saya siap mengirimkannya kembali  Mohon arahan selanjutnya untuk pemecahan masalah yang kami hadapi di atas.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Senin, 05 November 2012

SELAMATKAN TEMAN-TEMAN KITA DENGAN WHISTLEBLOWER SYSTEM


            Whistleblower System yang selanjutnya kita sebut sebagai WBS adalah sarana untuk menyampaikan pengaduan melalui internet tentang penyimpangan dan KKN dalam pengadaan barang/jasa yang terjadi di dalam suatu kementrian/lemagai/satuan kerja perangkat daerah/instansi. Mungkin sebagian pembaca akan takut, khawatir, alergi atau tidak peduli bila mendengar kata “pengaduan”, tapi tunggu dulu!!! Jangan su’uzhon dengan pengaduan di dalam WBS. Mari kita telaah bersama apa kegunaan WBS dan bagaimana cara kerjanya agar kita bisa mengenal dan tidak salah sangka.
Dengan bahasa yang lebih sederhana kegunaan WBS bagi kita dapat disimpulkan menjadi 3, yaitu:
1.      Mencegah orang-orang yang kita sayangi agar tidak terperosok ke arah yang lebih salah.
2.      Mendapatkan premi 2/1000 dari nilai kerugian keuangan negara yg berhasil dikembalikan
3.      Ikut menyelamatkan Negara dan melaksanakan perintah Agama untuk menegakkan amal ma’ruf dan nahi mungkar
Untuk memahami bagaimana kita bisa menggunakan WBS untuk mencegah teman-teman/keluarga/pimpinan dan orang-orang lainnya yang kita sayangi agar tidak lebih terperosok dan menghindarkan mereka dari masalah hukum yang besar di masa datang dapat kita simak melalui perumpamaan berikut ini: *ketika kita melihat teman kita berjalan kaki, namun dia tidak melihat bahwa di depan jalan yang akan dilaluinya ada seekor ular berbisa yang siap mematuknya, kira-kira apa yang akan anda lakukan?  1) Apakah anda tutup mulut pura-pura tidak tahu dan membiarkan teman kita itu dipatuk ular berbisa ataukah 2) kita memperingatkannya bahwa di depan ada ular?* Kalau anda adalah teman yang baik maka saya yakin anda akan memilih jawaban yang kedua. Tapi bila anda memang ingin mencelakakan teman maka jawaban yang pertamalah yang tepat untuk anda pilih.
Seperti itu juga pencegahan yang dilakukan dengan menggunakan WBS di dalam dunia pengadaan barang/jasa, kita tahu bahwa teman-teman kita mungkin secara sadar ataupun tidak sadar telah melakukan penyimpangan atau KKN dan kita tahu bahwa bila suatu hari kasus mereka terungkap maka mereka akan menghadapi masalah hukum yang besar, bahkan tidak jarang sebelum dijatuhkan vonis dia akan menjadi “mesin ATM” untuk para pihak-pihak tertentu. Namun yang jadi masalah kadang-kadang kita takut untuk menegur dan mencegahnya karena takut kalau dia marah, berburuk sangka atau kita terlalu sungkan untuk mengatakannya alias “tidak bisa berkata tidak” sehingga kita biasanya lebih memilih untuk diam dan berpura-pura tidak tahu sambil berkata dalam hati “toh bukan urusanku juga, aku aku....dia dia.....” Dengan bertindak seperti itu jangan dulu merasa aman, karena bila teman kita itu terbukti bersalah dan oleh para penegak hukum kita diyakini mengetahui banyak tentang penyimpangan yang telah dia lakukan tanpa berusaha untuk mencegah atau melaporkannya maka kita tetap bisa dijerat hukum karena membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi. Jadi bagaimana dong???
Masalah di atas dapat dipecahkan dengan menjaga rahasia si pelapor dan dengan melaporkan penyimpangan dan/atau KKN melalui WBS lah identitas kita dijamin kerahasiaannya. Sistem ini dijamin aman dan telah diuji kehandalannya untuk menjaga rahasia si pelapor. Siapapun tidak akan mengetahui identitas si pelapor selama si pelapor tidak berkoar-koar kesana-kemari untuk membuka identitasnya sendiri. Insya Allah dengan pengaduan yang kita sampaikan sebelum terjadinya kerugian negara maka orang-orang yang kita adukan itu akan diberikan peringatan oleh Pimpinan K/L/D/I (Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi) dan/atau APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) berdasarkan hasil telaahan tim WBS agar segera mengoreksi tindakannya bila tidak ingin berhadapan dengan masalah hukum.
Bila telah terjadi kerugian keuangan negara dan berdasarkan pengaduan yang kita sampaikan itu para pelaku mengembalikan kerugian keuangan negara itu maka kita akan mendapatkan penghargaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 7 Jo. Pasal 9 yang menyebutkan bahwa “setiap orang, organisasi masyarakat, LSM yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapatkan penghargaan berupa piagam atau premi (sebesar 2 0/oo dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan).
Keuntungan ketiga dan yang merupakan derajat tertinggi adalah dengan melakukan pengaduan penyimpangan dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa berarti kita telah ikut menyelamatkan Negara dan melaksanakan perintah Agama untuk menegakkan amal ma’ruf dan nahi mungkar. Bukankah selama ini kita mendengung-dengungkan bahwa kita anti KKN dan dengan lantang berteriak “berantas korupsi”...? Bukankah kita sering menyumpah-nympah para koruptor yang diberitakan di media massa? Bukankah Kabupaten kita adalah kabupaten yang memiliki visi religius? Untuk yang Muslim bukankah kita mencintai Nabi Muhammad SAW dan mengaku siap untuk mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya? Percuma kita solat, puasa, bayar zakat dan naik haji bila sebagian perintah dari nabi Muhammad tidak kita laksanakan dan malah kita melanggengkan apa yang beliau larang.
Untuk yang masih ragu dengan keamanan dan kerahasiaan dirinya, berikut ini kami sampaikan perlindungan bagi Whistleblower (pengadu) :
1.      Identitas dirahasiakan
2.      Tidak menjadikan yang bersangkutan sebagai saksi pada kasus yang diadukan kecuali yang bersangkutan bersedia/setuju menjadi saksi
3.      Perlindungan atas hak-hak saksi dan pelapor sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.      Dalam hal Whistleblower memerlukan perlindungan hukum dan perlindungan dari tindakan-tindkaan intimidatif alinnya, pejaat LKPP yang berwenang dapat menyampaikan permintaan pemberian perlindungan secara tertulis yang ditujkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Mungkin sebagian dari pembaca setelah memikirkan uraian di atas setuju untuk menyampaikan pengaduan melalui WBS bila mengetahui adanya penyimpangan dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, tapi perlu diingat: pengaduan yang diproses adalah pengaduan yang datanya lengkap. Oleh karena itu Verifikator WBS akan terus berkomunikasi dengan kita sebagai pengadu melalui internet untuk memastikan kelengkapan dan kevalidan data yang kita sampaikan dan juga sebagai sarana bagi para pengadu untuk memonitor sampai sejauh mana pengaduan yang kita sampaikan telah mereka proses. Jadi bila datanya tidak lengkap, atau pengaduan di luar lingkup WBS atau bila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah melakukan pengaduan tidak ada respon dari Whistleblower (si pengadu) maka pengaduan tidak bisa ditindaklanjuti (dianggap sebagai pengaduan sampah). Untuk pengaduan yang berkaitan dengan pelanggaran prosedur setelah di telaah oleh tim WBS akan ditindaklanjuti oleh APIP K/L/D/I sedangkan untuk pengaduan yang terkait tindak pidana akan ditindaklanjuti oleh Kepolisian atau KPK.
Mungkin ada pertanyaan “apa WBS ini cuma untuuk pengaduan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa saja?”. Memang WBS ini dirancang untuk pengaduan penyimpangan dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa namun LKPP mempersilahkan masing-masing K/L/D/I untuk memanfaatkannya untuk keperluan lain, misalnya difungsikan sebagai sarana bagi masyarakat untuk memberikan masukan bagi pelayanan publik yang mereka selenggarakan, sebagai salah satu sarana teknis operasional program “Tunjangan Kehormatan” di kabupaten kita ataupun sebagai sarana pengaduan lainnya di bidang apapun yang menekankan kevalidan dan kelengkapan data.
Akhirnya, semoga dengan WBS yang akan segera diterapkan di berbagai Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi kita bisa menambah kebaikan dan mencegah keburukan untuk seluruh masyarakat kabupaten Hulu Sungai Selatan dan insya Allah WBS akan segera disosialisasikan dan diadakan pelatihan kepada para PNS di kabupaten Hulu Sungai Selatan agar bisa menggunakannya dengan tepat dan bijak.

Senin, 08 Oktober 2012

PENGALAMAN SELAMA MENGIKUTI TES SELEKSI SAKSI AHLI BARU PENGADAAN BARANG/JASA

Pada awal tahun 2012 LKPP mengeluarkan pengumuman tentang Pendaftaran Seleksi Peserta Saksi Ahli Baru untuk merekrut para ahli pengadaan barang/jasa untuk memperkuat barisan para Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa yang sudah ada karena sampai saat ini kebutuhan akan tenaga Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa dirasakan cukup tinggi sedangkan saksi ahli yang ada saat ini jumlahnya masih sangat sedikit.
Berdasarkan pengumuman itu saya meyakinkan diri untuk ikut mendaftar dan alhamdulillah untuk seleksi administrasi saya dinyatakan lulus dan dipanggil untuk mengikuti tes selanjutnya, yaitu psikotest dan tes wawancara di Jakarta. Setelah mengalami berbagai macam penundaan dan ralat akhirnya kegiatan psikotest dan tes wawancara saksi ahli baru pengadaan barang/jasa itupun akhirnya jadi dilaksanakan pada tanggal 11 s/d 12 September 2012 di Hotel Aryaduta Jakarta dengan jumlah peserta berjumlah 64 orang. Untuk penginapan tanggal 11 September 2012 dan makan minum selama kegiatan berlangsung ditanggung oleh LKPP sedangkan biaya lainnya ditanggung oleh instansi masing-masing tempat asal peserta bekerja ataupun dengan dana pribadi masing-masing peserta.
Jadwal kegiatan Psikotest dan Tes Wawancara Calon Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa (11 dan 12 September 2012) ini berurutan dengan jadwal kegiatan Pelatihan Whistleblower System (WBS) yang juga saya ikuti (13 dan 14 September 2012) sehingga ibarat menyelam sambil minum air (sehabis mengikuti test Saksi Ahli Baru Pengadaan Barang/Jasa langsung lanjut dengan mengikuti pelatihan Whistleblower System).
Hari pertama (11 September 2012) diisi dengan kegiatan registrasi peserta, pembukaan, ramah tamah dan technical meeting. Saat technical meeting dijelaskan bahwa dalam psikotest dan tes wawancara tidak ada yang lulus ataupun gagal, yang ada hanya “cocok” atau “tidak cocok” karena yang dicari adalah orang yang memiliki karakter yang sesuai untuk menjadi Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa, yaitu karakter :
1.      Konsisten (dengan catatan mutlak menguasai masalah pengadaan barang/jasa, bukan orang yang sok tahu).
2.      Cepat mengambil keputusan
3.      Berani menghadapi apapun resiko dan tahan godaan
4.      Berkomitmen tinggi untuk memberantas KKN
5.      Memiliki kemampuan analisis verbal dan matematis yang tinggi
6.      Emosi yang stabil dan terkendali
Hari kedua (12 September 2012) dimulailah psikotest pada jam 07.00 WIB sampai jam 10.00 WIB. Hasilnya menunjukan bahwa dari 64 orang peserta ternyata hanya 17 orang yang sementara ini dinyatakan karakternya cocok sebagai Calon Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa, yaitu:
1.      Emin Adhy Muhaemin
2.      Achmad Zikrulah
3.      Khalid Mustafa
4.      Endra Mayendra
5.      Anwar Subianto
6.      Enny Yapari
7.      Sugeng Darojati
8.      Arif Rachman
9.      Mudji Santosa
10.  Achmad Karsono
11.  Tatang Rusta Dar Wiraatmadja
12.  Massaputo Delly TP
13.  Carles M Simamora
14.  Tabroni
15.  Agung Satria Putra
16.  Hermawan
17.  Nurlisa Arfani

Soal yang disajikan ternyata cara penyajiaannya sangat jauh lebih rumit dari buku-buku contoh-contoh soal psikotest yang banyak dijual di pasaran. walaupun pada dasarnya intinya sama, yaitu untuk menggali  kemampuan analisis verbal, kemampuan analisis matematis, karakter dan kepribadian. Tapi saya mengakui memang inilah karakter dan kepribadian saya dan para tim seleksi menganggap bahwa karakter dan kepribadian yang saya miliki kurang cocok dengan karakter dan kepribadian yang mereka syaratkan untuk menjadi Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa. Walau bagaimanapun saya tetap bersyukur dan yakin bahwa inilah yang Allah berikan yang terbaik kepada saya.
Ke 17 orang di atas selanjutnya melanjutkan ke tahap tes wawancara sampai jam 15.30 WIB. Pengumuman peserta yang dinyatakan lulus dalam tes wawancara akan diumumkan kemudian. Sebagai gambaran, tes yang diadakan tahun lalu (2011) dengan peserta sebanyak 99 orang yang dinyatakan cocok dan direkomendasikan sebagai Calon Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa hanya sebanyak 10 orang. Hal ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan orang-orang yang memiliki karakter yang mereka cari.
Untuk peserta yang dinyatakan tereliminasi setelah psikotest dipersilahkan kembali ke tempat asal mereka. Saya sendiri melanjutkan kegiatan untuk mempersiapkan tugas berikutnya di eosk hari untuk mengikuti pelatihan Whistleblower System di Park Hotel Jakarta, sehingga pada tanggal 12 September 2012 itu saya tetap bertahan di Jakarta dengan menginap di hotel Pasarbaru.
Dari mengikuti tes Calon Saksi Ahli Pengadaan Barang/Jasa ini saya memperoleh pengalaman tentang bagaimana tips-tips yang lebih membantu untuk menghadapi psikotest yang akan berguna bagi PNS-PNS lainnya yang mungkin akan mengikuti tes ini di kemudian hari. Selain itu kegiatan ini telah memberikan motivasi yang lebih kuat bagi saya untuk benar-benar menguasai permasalahan di bidang pengadaan barang dan jasa dan semangat untuk ikut mewujudkan pemerintahan yang bersih. Amin.........!!!

Minggu, 10 Juni 2012

SPSE YANG MASIH DITERIMA SETENGAH HATI


Dengan penerapan sistem pengadaan secara elektronik di kabupaten Hulu Sungai Selatan sudah nampak jumlah penghematan dana daerah yang berhasil dilakukan. Para peserta lelang berlomba-lomba untuk menawarkan jasa dan barangnya dengan kualitas yang dijanjikannya dan dengan harga yang lebih kompetitif. Hal ini sangat berbeda jauh dengan apa yang telah dilakukan pada masa dahulu saat lelang di kabupaten kita masih dilakukan secara manual karena masing-masing penyedia barang/jasa berusaha melakukan “arisan”, “beatur” atau sebisa mungkin bekerjasama dengan pihak-pihak yang menentukan dalam proses pengadaan barang/jasa (seperti Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen maupun dengan Panitia Pengadaan/Pejabat Pengadaan)  sehingga uang daerah yang digunakan untuk mengadakan barang/jasa itu jadi membengkak dari harga yang semestinya karena digunakan untuk memperlancar kongkalikong yang mereka lakukan itu.
Memang dari sisi kepentingan pemerintah dan masyarakat, penerapan sistem pengadaan secara elektronik ini memang benar-benar menunjukkan hasil yang sangat menguntungkan, biak dari segi penghematan dana, kualitas pekerjaan, waktu yang lebih cepat, efisiensi tempat dan akuntabilitas yang semakin baik. Namun hal ini membuat beberapa pihak yang selama ini sering mendapatkan keuntungan dari lelang yang dilakukan melalui kongkalikong menjadi kebakaran jenggot. Pihak rekanan hitam itu mulai banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan lelang dan para birokrat-birokrat yang sering mendapatkan keuntungan dari proses kongkalikong itupun banyak yang kehilangan ATM-ATM berjalannya.
 Karena merasa kenyamanannya terganggu maka pihak-pihak di atas banyak yang berusaha melakukan perang urat syaraf dan penyebarang opini yang kurang tepat untuk menciptakan persepsi di masyarakat bahwa penggunaan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik ini membawa dampak yang buruk. Beberapa hal yang sering mereka katakan kepada masyarakat umum yang masih awam dan kepada pihak-pihak lainnya adalah bahwa penggunaan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik ini tidak transparan, memutus tali silaturahmi, menurunkan kualitas hasil pekerjaan, mengamankan kepentingan pemerintah agar tidak banyak diprotes oleh masyarakat, rumit dan menyulitkan dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak tepat yang mungkin sengaja mereka sebarkan untuk membentuk imej yang buruk atau mungkin juga karena ketidak tahuan mereka tentang apa itu sebenarnya sistem pengadaan secara elektronik.
Dalam opini kali ini kami mencoba untuk meluruskan kembali apa yang mereka sampaikan tadi, dimulai dari tuduhan mereka bahwa penggunaan sistem pengadaan barang/jasa ini tidak transparan itu 180’ sangatlah tidak tepat karena justru dengan sistem pengadaan secara elektronik ini cukup dengan megetik alamat situs LPSE Kabupaten Hulu Sungai Selatan di: lpse.hulusungaiselatankab.go.id siapapun dan dimanapun asalkan dia terhubung dengan jaringan internet maka dia bisa ikut mengawasi jalannya proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara elektronik, baik dari pengumuman pengadaan barang/jasa sampai dengan pengumuman pemenang, dan bahkan isi kontrak atau rangkuman kontraknya pun bisa mereka lihat.
Tuduhan kedua bahwa sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik ini memutuskan tali silaturahmi sepertinya juga tidak tepat, karena justru dengan sistem ini Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) siap memberikan bantuan, pendampingan, tanya jawab dan koordinasi dengan semua pihak yang terlibat dalam lelang secara elektronik ini biak secara langsung maupun melalui telepon ataupun media komunikasi lainnya. di website LPSE HSS pun tersedia forum tanya jawab yang bisa digunakan untuk berkomunikasi antara semua pihak yang masuk ke website ini. Lagipula pada saat lelang manual, silaturahmi yang terjadi hanyalah kamuflase yang intinya adalah untuk melakukan koordinasi untuk memperlancar proses kongkalikong untuk melakukan persaingan tidak sehat dalam pelelangan barang/jasa.
Untuk tuduhan bahwa sistem pengadaan secara elektronik ini menurunkan kualitas pekerjaan karena para penawar berlomba-lomba menurunkan harga supaya menjadi penawar terendah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas pekerjaan maka kami jawab bahwa proses yang dilakukan dalam sistem SPSE ini adalah proses pemilihan penyedia barang/jasa terbaik, sedangkan untuk memastikan bahwa kualitas pekerjaan itu benar-benar sesuai dengan kontrak/SPK, itu adalah tugas dari konsultan pengawas atau panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP). Selain itu penawaran harga yang terendah belum tentu menjadi pemenang lelang karena semua itu tergantung dari metode evaluasi lelang yang dipilih oleh Panitia Pengadaan, apakah dia menggunakan sistem gugur (dimana penawaran yg memenuhi syarat administrasi dan teknis serta penawaran harga yang terendah yang akan menjadi pemenang), ataukan mereka menggunakan sistem nilai (kualitas penawaran teknis yang diutamakan), metode evaluasi penilaian biaya selama umur ekonomis (evaluasi untuk memilik perbandingan penawaran yang memikirkan faktor biaya operasional, pemeliharaan, masa kekuatan operasi dan lain-lain), maupun evaluasi lelang yang lainnya. selain itu justru dengan lelang yang dilakukan secara elektronik yang mendorong persaingan sehat dan meminimlakan kebocoran dana pengadaan barang/jasa inilah kualitas pelaksanaan pekerjaan lebih bisa diandalkan daripada saat menggunakan lelang manual dimana para pemenang lelang sering kali harus membagi-bagi dana untuk kelancaran proses kongkalikong sehingga uang untuk mengadakan barang/jasa itu banyak yang bocor dari harga yang semestinya.
Adanya persepsi bahwa sistem pengadaan barang jasa secara elektronik ini dianggap hanya mengamankan kepentingan pemerintah agar tidak banyak diprotes oleh masyarakat juga hanyalah pendapat orang-orang yang belum mempelajari bagaimana sistem kerja SPSE ini. Justru dengan SPSE ini semua yang dilakukan dari awal sampai akhir tidak ada yang ditutup-tutupi. Para auditorpun bisa melakukan audit dengan sangat mudah dimanapun dan kapanpun, bahkan masyarakat umumpun bisa melihat dan mengawasi proses pengadaan secara elektronik ini di internet dimanapun dan kapanpun. Jadi pendapat di atas hanyalah pendapat orang-orang yang hanya sekilas mendapat kabar tentang sistem pengadaan secara elektronik ini tanpa  mencek dan mengkajinya lebih mendalam.
Satu hal lagi yang sering diucapkan oleh pihak-pihak yang kontra terhadap sistem pengadaan secara elektronik ini adalah bahwa sistem ini malah lebih rumit dan menyulitkan. Pernyataan itu mungkin banyak dikelurhkan oleh mereka yang tidak bisa menggunakan komputer dan internet. Dengan keharusan mahir menggunakan komputer dan internet ini justru akan mempercepat kecerdasan masyarakat untuk melek teknologi. Selain itu pihak LPSE siap memberikan pelatihan tanpa dipungut biaya untuk menggunakan SPSE dan pada website LPSE di seluruh Indonesia pun sudah dicantumkan file-file tutorial yang bisa didownload gratis untuk mempelajari sendiri penggunaan SPSE secara mandiri. Sistem yang digunakanpun jauh lebih ringkas dan lebih praktis daripada lelang manual/non e-proc, tidak banyak menggunakan birokrasi yang bermacam-macam. Contohnya pada lelang non e-proc peserta harus datang pada saat pendaftaran harus datang dan mengambil dokumen lelang, memasukan penawaran harus menjilid penawarannya dan dtang langsung atau mengirim lewat pos, saat pembukaan penawaran, harus dipilih 2 orang saksi, perlu paraf pada dokumen penawaran milik peserta lain dan masih banyak lagi prosesdur yang cukup merepotkan. Sedangkan pada lelang e-proc hal itu tidak perlu lagi dilakukan.
Kesimpulannya bahwa orang-orang yang mengatakan hal-hal yang negatif tentang pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara elektronik itu ada dua macam, yaitu yang pertama adalah meeka yang asal bicara tanpa tahu apa itu dan bagaimana cara kerja sistem pengadaan secara elektronik, dan pihak yang kedua adalah ornag-orang yang selama ini sering melakukan kongkalikong untuk melakukan persaingan yang tidak sehat sehingga saat sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik ini diterapkan mereka banyak kehilangan pekerjaan/pemasukan karena kalah bersaing dengan rekanan lain yang bersaing secara sehat. Jadi untuk para penyedia barang dan jasa dan masyarakat serta para birokrat yang berhaluan lurus, SPSE ini membawa angin segar untuk mereka namun bagi pihak-pihak yang selama ini suka melakukan berbagai cara demi keuntungan pribadi SPSE justru membuat mereka cemberut


Selasa, 06 Maret 2012

USUL PENYEMPURNAAN UNTUK PENGADAAN LANGSUNG


            Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur semua pengadaan barang/jasa pemerintah, kecuali pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan tersendiri. Pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya yang menggunakan dana dari APBN/APBD prosedur tata cara pengadaannya dan pemilihan penyedia barang/jasanya diatur dalam berbagai macam sistem pemilihan, seperti:
1.   Pelelangan Umum > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat. Semua pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya pada prinsipnya menggunakan sistem ini dalam memproses penyedia barang/jasa.
2.      Pelelangan Terbatas > merupakan metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.
3.     Pelelangan Sederhana > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4.      Pemilihan Langsung > merupakan metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada prinsipnya sistem Pemilihan Langsung ini sama dengan Pelelangan Sederhana, namun penyebutan namanya saja yang dibedakan karena untuk pekerjaan konstruksi memiliki istilah tersendiri dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
5.      Seleksi Umum > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat. Serupa dengan prinsip dari sistem Pelelangan Umum, hanya saja sistem ini didesain khusus untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi.
6.      Seleksi Sederhana > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
7.   Sayembara > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Jasa Lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
8.    Kontes > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
9.      Penunjukan Langsung > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa dalam hal:
a.       keadaan tertentu; dan/atau
b.      pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus.
10.  Pengadaan Langsung > merupakan Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung dan bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 untuk pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya dan paling tinggi Rp.50.000.000,00 untuk pengadaan jasa konsultasi dengan ketentuan:
a.       merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
b.      teknologi sederhana;
c.       risiko kecil; dan/atau
d.      dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orangperseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.

            Jadi berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010 itu semua pengadaan barang dan jasa yang dananya sebagian atau seluruhnya menggunakan dana ABPD dan/atau APBN meski dengan besarran 1 rupiahpun harus dilakukan berdasarkan Perpres ini, kecuali untuk pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
            Berbeda dengan peraturan-peraturan sebelumnya, di dalam Perpres nomor 54 tahun 2010 ini menambahkan satu sistem pemilihan penyedia barang/jasa, yaitu sistem pemilihan Pengadaan Langsung yang dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Sistem Pengadaan Langsung ini dirumuskan untuk mengakomodir pengadaan barang/jasa yang sifat, besaran dan resikonya kecil serta untuk mengakomodir kebutuhan operasional yang sebelumnya dirasakan terlalu berbelit-belit dan tidak efisien bila menggunakan sistem pemilihan penyedia barang/jasa yang lainnya. Pada sistem Pengadaan Langsung, proses yang harus dilakukan cukup singkat dan jauh lebih praktis dibanding sistem pemilihan yang lain. Tahapan Pengadaan Langsung itu meliputi:
a) survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang berbeda;
b) membandingkan harga penawaran dengan HPS; dan
c) klarifikasi teknis dan negosiasi harga/biaya.

Tahapan di atas memang jauh lebih singkat, namun yang dirasakan oleh para pelaku/Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah masih cukup ribetnya dokumen pemilihan yang harus dibuat untuk pengadaan langsung ini dimana berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010, dokumen pemilihan untuk Pengadaan Langsung paling sedikit meliputi:
(1) undangan/pengumuman;
(2) Instruksi Kepada Peserta;
(3) rancangan Kontrak:
(a) surat perjanjian;
(b) syarat umum Kontrak;
(c) syarat khusus Kontrak; dan
(d) dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
(4) daftar kuantitas dan harga;
(5) spesifikasi teknis, KAK dan/atau gambar;
(6) bentuk surat penawaran;
(7) bentuk Jaminan; dan
(8) contoh-contoh formulir yang perlu diisi.

Yang menjadi keluhan para Pokja, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah bila mereka mengadakan barang/jasa yang besaran dananya sangat kecil, karena Perpres nomor 54 tahun 2010 sudah menetapkan bahwa dokumen pemilihan yang mereka buat tadi paling sedikit harus memuat ke 8 item di atas maka bila dokumen pemilihan itu dicetak dalam satu jilidan/buku maka hasil cetakannya akan menghasilkan berpuluh-puluh dna mungkin beratur-ratus lembar serta untuk menyusunnyapun perlu waktu dan pemikiran yang cukup banyak. Hal ini mereka rasakan tidak sebanding dengan angka besaran barang/jasa yang akan mereka adakan, padahal bila dilakukan dengan uang pribadi (membeli barang/jasa dalam kehidupan sehari-hari) maka bisa dilakukan dengan jauh lebih praktis, cukup datang ke para penyedia/penjual lalu menawr atau langsung bayar bila barang itu sudah ditetapkan dengan harga pas dan para pembeli tadi sudah mendapatkan struk pembelian. Bahkan untuk pasar tradisional atau pedagang-pedagang kecil sering tidak menyediakan struk pembelian karena harga yang mereka tawarkan sudah merupakan harga pasar yang sudah diketahui oleh masyarakat umum.
Walaupun sistem Pengadaan Langsung ini adalah sistem yang paling praktis di antara sistem pemilihan penyedia barang/jasa lainnya, namun kita bisa melihat dari proses pengadaan yang harus dilalui cukup ribet (disamping batasan minimal dari dokumen pemilihan yang harus dibuat oleh para pelaku yang terlibat di dalamnya), misalnya dalam proses pengadaan barang, tahapan yang harus dilalui yaitu:
a) Pejabat Pengadaan mencari informasi barang dan harga melalui media elektronik maupun non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi teknis serta untuk mendapatkan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan; (bila diperlukan)
d) Pejabat Pengadaan melakukan transaksi; dan
e) Pejabat Pengadaan mendapatkan bukti transaksi dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) berupa bukti pembelian;
(2) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; dan
(3) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Proses di atas cukup praktis, namun tetap saja dokumen pemilihan yang harus dibuat harus tetap memuat batasan minimal yang ternyata cukup banyak memakan waktu dan pikiran. Untuk tahapan proses pengadaan langsung yang dilakukan untuk pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya lebih panjang lagi, yaitu
a) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait Pekerjaan Konstruksi dan harga melalui media elektronik maupun non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan harga;
d) undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumendokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan;
e) penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan;
f) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan harga yang wajar;
g) negosiasi dilakukan berdasarkan HPS;
h) dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang;
i)   Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung
j) Pejabat Pengadaan menyampaikan berita acara kepada PPK;
k) PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; atau
(2) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Proses pengadaan barang/jasa untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan dengan sistem pengadaan langsung di atas lebih panjang lagi dari proses pengadaan barang walaupun jauh lebih praktis dari sistem pengadaan lainnya. Namun bila harus mengikuti peraturan perundang-undangan tentang pekerjaan konstruksi yang mengharuskan adanya laporan harian, mingguan dan bulanan maka akan terasa begitu ribet bila kita mengadakan pekerjaan konstruksi dengan dana dan skala yang sangat kecil. Berikut ini juga bisa kita lihat uraian proses pengadaan langsung untuk pekerjaan konsultansi:
1) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait dengan pekerjaan Jasa Konsultansi yang dibutuhkan beserta biayanya secara tertulis melalui media elektronik maupun non elektronik.
2) Pejabat Pengadaan membandingkan biaya dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda.
3) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, biaya, dan formulir isian kualifikasi. Undangan dilampiri Kerangka Acuan Kerja, dan dokumen-dokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
4) Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan biaya secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan.
5) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi biaya pada saat penawaran disampaikan.
6) Ketentuan negosiasi biaya:
a) dilakukan berdasarkan HPS, untuk memperoleh kesepakatan biaya yang efisien dan efektif dengan tetap mempertahankan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan penawaran teknis yang diajukan penyedia;
b) dalam hal negosiasi biaya tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan diadakan Pengadaan Langsung ulang;
c) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Negosiasi Biaya.
7) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung
8) Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara kepada PPK;
9) PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
a) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; atau
b) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Keluhan-keluhan di atas biasanya ditemukan pada kegiatan pengadaan bahan bakar minyak (BBM), pengadaan makan minum rapat, pembayaran rekening listrik, telpon, koran, dan PDAM, pembelian barang-barang kebutuhan sehari-hari (sabun, minyak goreng, handuk dan sejenisnya), pembelian barang-barang mendesak  (seperti saat mereka harus menambal ban mobil dinas dan pengadaan-pengadaan barang/jasa yang sifatnya mendesak namun dengan volume dan besaran biaya yang sangat kecil lainnya. Agar lebih efisien dalam pelaksanaannya, selama ini mereka menggunakan sistem “order” (walaupun sistem ini tidak dikenal dalam Perpres nomor 54 tahun 2010). Sistem order ini dilaksanakan dengan membeli barang/jasa yang mereka butuhkan dengan dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya terlebih dahulu, kemudian setelah jumlah barang/jasa dan dana yang dikeluarkan cukup banyak (biasanya dikumpulkan dulu per 3 bulan) barulah PPK ataupun PPTK membuatkan surat Order berdasarkan bon yang telah mereka kumpulkan saat membeli dengan dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya tadi. Surat order ini berisi tentang pesanan barang/jasa dari pihak PPK dan atau PPTK atau pihak lain yang memiliki wewenang untuk mengadakan barang/jasa dilengkapi spesifikasi barang dan jasa serta volumenya, dan sistem order ini tidak melibatkan pejabat ataupun panitia pengadaan. Berdasarkan surat Order tadilah bendahara pengeluaran mengeluarkan sejumlah dana APBN/APBD untuk membayarnya.
Sistem order ini disarankan oleh para auditor dan pihak SKPD yang menangani masalah keuangan untuk membeli barang dan mengadakan jasa yang volume dan besaran dananya relatif kecil agar tidak terlalu ribet dalam memprosesnya, walaupun sebenarnya dengan sistem Order seperti di atas masih menyisakan rasa bingung+aneh karena sering kali para pelakunya harus mencari/mengadakan bon yang berkaitan dengan mata anggaran yang sudah ditetapkan di dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) ataupun dokumen anggaran sejenis walaupun hal itu dilakukan dengan cara “fiktif” karena barang/jasa yang sangat mereka perlukan saat itu tidak dianggarkan dalam DPA itu atau anggarannya tidak mencukupi atau pihak penjual barang dan penyedia jasa tidak menyediakan bon/tanda bukti pembelian sehingga agar tetap ada tanda bukti supaya tidak mengalami kesulitan saat pemeriksaan oleh auditor/inspektorat maka dicarikanlah bon fiktif (biasanya hal ini terpaksa dilakukan bila kita membeli di pedagang-pedagang tradisioal).
Masalah akan muncul lagi bila kita menginginkan barang/jasa yang memiliki kualitas yang lebih bagus namun harganya sedikit lebih tinggi dari harga barang/jasa sejenis. Misalnya bila kita ingin mengcopy berkas. Hasil copy-an di toko A cukup bagus dengan biaya per lembarnya Rp.150,- sedangkan di toko B hasilnya lebih bagus lagi dengan biaya per lembarnya Rp.200,-. Sistem pengadaan langsung yang tertulis di Perpres nomor 54 tahun 2010 lebih mengarahkan kita untuk memilih harga yang terendah. Hal inilah yang menjadi kendala bagi kita untuk mendapatkan barang/jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik walaupun harganya lebih tinggi karena kesulitan menyebutkan spesifikasi yang bisa membedakan secara tegas antara hasil pekerjaan dari satu penyedia dengan penyedia yang lainnya.
Berdasarkan kasus-kasus di atas maka saya mengusulkan agar sistem Pengadaan Langsung didesain kembali agar lebih praktis dan lebih singkat, seperti pada masalah pembuatan dokumen pemilihan bisa ditetapkan batasan minimalnya cukup hanya memuat spesifikasi teknis barang/jasa yang diperlukan. Sedangkan harga disarankan masih harus menyertakan hasil perbandingan minimal dari dua penyedia barang/jasa yang berbeda. Namun untuk barang/jasa yang harganya sudah ditetapkan oleh Pemerintah atau sudah merupakan harga umum di pasaran/harga pas (seperti pembelian bensin untuk mobil dinas) maka PPK dan/atau PPTK serta Pejabat Pengadaan tidak perlu lagi melakukan survei  ataupun perbandingan harga (selama bisa dipertanggung jawabkan, cukup menyebutkan sumber referensi harga yang dipakainya). Sedangkan untuk pembelian barang dan pengadaan jasa kepada pedagang-pedagang/penyedia barang/jasa yang tidak menyediakan tanda bukti pembelian maka bisa digantikan dengan meminta tanda tangan serta tulisan tangan mereka pada kuitansi yang kita buat sendiri. Untuk barang/jasa yang sangat diperlukan oleh SKPD namun tidak sempat dianggarkan dalam DPA atau dokumen sejenis semestinya diberikan dasar hukum untuk mengizinkan untuk menggunakan dana dari rekening anggaran lain yang dianggap masih berlebihan, namun tentunya dengan pembuatan Berita Acara yang harus memuat alasan pengalihan sebagian kecil dana tersebut untuk keperluan lainnya.