Whistleblower System yang
selanjutnya kita sebut sebagai WBS adalah sarana untuk menyampaikan pengaduan melalui
internet tentang penyimpangan dan KKN dalam pengadaan barang/jasa yang terjadi
di dalam suatu kementrian/lemagai/satuan kerja perangkat daerah/instansi.
Mungkin sebagian pembaca akan takut, khawatir, alergi atau tidak peduli bila
mendengar kata “pengaduan”, tapi tunggu dulu!!! Jangan su’uzhon dengan
pengaduan di dalam WBS. Mari kita telaah bersama apa kegunaan WBS dan bagaimana
cara kerjanya agar kita bisa mengenal dan tidak salah sangka.
Dengan bahasa yang lebih sederhana kegunaan WBS bagi kita dapat disimpulkan
menjadi 3, yaitu:
1.
Mencegah orang-orang yang
kita sayangi agar tidak terperosok ke arah yang lebih salah.
2.
Mendapatkan premi 2/1000
dari nilai kerugian keuangan negara yg berhasil dikembalikan
3.
Ikut menyelamatkan Negara
dan melaksanakan perintah Agama untuk menegakkan amal ma’ruf dan nahi mungkar
Untuk memahami bagaimana kita bisa menggunakan WBS untuk mencegah
teman-teman/keluarga/pimpinan dan orang-orang lainnya yang kita sayangi agar
tidak lebih terperosok dan menghindarkan mereka dari masalah hukum yang besar
di masa datang dapat kita simak melalui perumpamaan berikut ini: *ketika kita melihat teman kita berjalan kaki,
namun dia tidak melihat bahwa di depan jalan yang akan dilaluinya ada seekor
ular berbisa yang siap mematuknya, kira-kira apa yang akan anda lakukan? 1) Apakah anda tutup mulut pura-pura tidak tahu
dan membiarkan teman kita itu dipatuk ular berbisa ataukah 2) kita
memperingatkannya bahwa di depan ada ular?* Kalau anda adalah teman yang
baik maka saya yakin anda akan memilih jawaban yang kedua. Tapi bila anda
memang ingin mencelakakan teman maka jawaban yang pertamalah yang tepat untuk
anda pilih.
Seperti itu juga pencegahan yang dilakukan dengan menggunakan WBS di dalam
dunia pengadaan barang/jasa, kita tahu bahwa teman-teman kita mungkin secara
sadar ataupun tidak sadar telah melakukan penyimpangan atau KKN dan kita tahu
bahwa bila suatu hari kasus mereka terungkap maka mereka akan menghadapi
masalah hukum yang besar, bahkan tidak jarang sebelum dijatuhkan vonis dia akan
menjadi “mesin ATM” untuk para pihak-pihak tertentu. Namun yang jadi masalah
kadang-kadang kita takut untuk menegur dan mencegahnya karena takut kalau dia
marah, berburuk sangka atau kita terlalu sungkan untuk mengatakannya alias
“tidak bisa berkata tidak” sehingga kita biasanya lebih memilih untuk diam dan berpura-pura
tidak tahu sambil berkata dalam hati “toh bukan urusanku juga, aku aku....dia
dia.....” Dengan bertindak seperti itu jangan dulu merasa aman, karena bila
teman kita itu terbukti bersalah dan oleh para penegak hukum kita diyakini
mengetahui banyak tentang penyimpangan yang telah dia lakukan tanpa berusaha
untuk mencegah atau melaporkannya maka kita tetap bisa dijerat hukum karena
membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi. Jadi bagaimana dong???
Masalah di atas dapat dipecahkan dengan menjaga rahasia si pelapor dan
dengan melaporkan penyimpangan dan/atau KKN melalui WBS lah identitas kita
dijamin kerahasiaannya. Sistem ini dijamin aman dan telah diuji kehandalannya
untuk menjaga rahasia si pelapor. Siapapun tidak akan mengetahui identitas si
pelapor selama si pelapor tidak berkoar-koar kesana-kemari untuk membuka
identitasnya sendiri. Insya Allah dengan pengaduan yang kita sampaikan sebelum
terjadinya kerugian negara maka orang-orang yang kita adukan itu akan diberikan
peringatan oleh Pimpinan K/L/D/I (Kementrian/Lembaga/Pemerintah
Daerah/Instansi) dan/atau APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) berdasarkan
hasil telaahan tim WBS agar segera mengoreksi tindakannya bila tidak ingin
berhadapan dengan masalah hukum.
Bila telah terjadi kerugian keuangan negara dan berdasarkan pengaduan yang
kita sampaikan itu para pelaku mengembalikan kerugian keuangan negara itu maka kita
akan mendapatkan penghargaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal
7 Jo. Pasal 9 yang menyebutkan bahwa “setiap orang, organisasi masyarakat, LSM
yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan
tindak pidana korupsi berhak mendapatkan penghargaan berupa piagam atau premi
(sebesar 2 0/oo dari nilai kerugian
keuangan negara yang dikembalikan).
Keuntungan ketiga dan yang merupakan derajat tertinggi adalah dengan
melakukan pengaduan penyimpangan dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa
berarti kita telah ikut menyelamatkan Negara dan melaksanakan perintah Agama untuk
menegakkan amal ma’ruf dan nahi mungkar. Bukankah selama ini kita
mendengung-dengungkan bahwa kita anti KKN dan dengan lantang berteriak
“berantas korupsi”...? Bukankah kita sering menyumpah-nympah para koruptor yang
diberitakan di media massa? Bukankah Kabupaten kita adalah kabupaten yang
memiliki visi religius? Untuk yang Muslim bukankah kita mencintai Nabi Muhammad
SAW dan mengaku siap untuk mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya?
Percuma kita solat, puasa, bayar zakat dan naik haji bila sebagian perintah
dari nabi Muhammad tidak kita laksanakan dan malah kita melanggengkan apa yang
beliau larang.
Untuk yang masih ragu dengan keamanan dan kerahasiaan dirinya, berikut ini
kami sampaikan perlindungan bagi Whistleblower (pengadu) :
1.
Identitas dirahasiakan
2.
Tidak menjadikan yang
bersangkutan sebagai saksi pada kasus yang diadukan kecuali yang bersangkutan
bersedia/setuju menjadi saksi
3.
Perlindungan atas hak-hak
saksi dan pelapor sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4.
Dalam hal Whistleblower
memerlukan perlindungan hukum dan perlindungan dari tindakan-tindkaan
intimidatif alinnya, pejaat LKPP yang berwenang dapat menyampaikan permintaan
pemberian perlindungan secara tertulis yang ditujkan kepada Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban.
Mungkin sebagian dari pembaca setelah memikirkan uraian di atas setuju
untuk menyampaikan pengaduan melalui WBS bila mengetahui adanya penyimpangan
dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, tapi perlu diingat:
pengaduan yang diproses adalah pengaduan yang datanya lengkap. Oleh karena itu
Verifikator WBS akan terus berkomunikasi dengan kita sebagai pengadu melalui
internet untuk memastikan kelengkapan dan kevalidan data yang kita sampaikan
dan juga sebagai sarana bagi para pengadu untuk memonitor sampai sejauh mana
pengaduan yang kita sampaikan telah mereka proses. Jadi bila datanya tidak
lengkap, atau pengaduan di luar lingkup WBS atau bila dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah melakukan pengaduan tidak ada respon dari Whistleblower (si
pengadu) maka pengaduan tidak bisa ditindaklanjuti (dianggap sebagai pengaduan
sampah). Untuk pengaduan yang berkaitan dengan pelanggaran prosedur setelah di
telaah oleh tim WBS akan ditindaklanjuti oleh APIP K/L/D/I sedangkan untuk
pengaduan yang terkait tindak pidana akan ditindaklanjuti oleh Kepolisian atau
KPK.
Mungkin ada pertanyaan “apa WBS ini cuma untuuk pengaduan yang berkaitan
dengan pengadaan barang/jasa saja?”. Memang WBS ini dirancang untuk pengaduan
penyimpangan dan/atau KKN dalam pengadaan barang/jasa namun LKPP mempersilahkan
masing-masing K/L/D/I untuk memanfaatkannya untuk keperluan lain, misalnya
difungsikan sebagai sarana bagi masyarakat untuk memberikan masukan bagi
pelayanan publik yang mereka selenggarakan, sebagai salah satu sarana teknis operasional
program “Tunjangan Kehormatan” di kabupaten kita ataupun sebagai sarana
pengaduan lainnya di bidang apapun yang menekankan kevalidan dan kelengkapan
data.
Akhirnya, semoga dengan WBS yang akan segera diterapkan di berbagai Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi kita
bisa menambah kebaikan dan mencegah keburukan untuk seluruh masyarakat
kabupaten Hulu Sungai Selatan dan insya Allah WBS akan segera disosialisasikan dan
diadakan pelatihan kepada para PNS di kabupaten Hulu Sungai Selatan agar bisa menggunakannya
dengan tepat dan bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar