Selasa, 06 Maret 2012

USUL PENYEMPURNAAN UNTUK PENGADAAN LANGSUNG


            Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur semua pengadaan barang/jasa pemerintah, kecuali pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan tersendiri. Pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya yang menggunakan dana dari APBN/APBD prosedur tata cara pengadaannya dan pemilihan penyedia barang/jasanya diatur dalam berbagai macam sistem pemilihan, seperti:
1.   Pelelangan Umum > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat. Semua pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya pada prinsipnya menggunakan sistem ini dalam memproses penyedia barang/jasa.
2.      Pelelangan Terbatas > merupakan metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.
3.     Pelelangan Sederhana > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4.      Pemilihan Langsung > merupakan metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada prinsipnya sistem Pemilihan Langsung ini sama dengan Pelelangan Sederhana, namun penyebutan namanya saja yang dibedakan karena untuk pekerjaan konstruksi memiliki istilah tersendiri dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
5.      Seleksi Umum > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat. Serupa dengan prinsip dari sistem Pelelangan Umum, hanya saja sistem ini didesain khusus untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi.
6.      Seleksi Sederhana > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
7.   Sayembara > merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Jasa Lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
8.    Kontes > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
9.      Penunjukan Langsung > merupakan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa dalam hal:
a.       keadaan tertentu; dan/atau
b.      pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus.
10.  Pengadaan Langsung > merupakan Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung dan bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 untuk pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya dan paling tinggi Rp.50.000.000,00 untuk pengadaan jasa konsultasi dengan ketentuan:
a.       merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
b.      teknologi sederhana;
c.       risiko kecil; dan/atau
d.      dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orangperseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.

            Jadi berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010 itu semua pengadaan barang dan jasa yang dananya sebagian atau seluruhnya menggunakan dana ABPD dan/atau APBN meski dengan besarran 1 rupiahpun harus dilakukan berdasarkan Perpres ini, kecuali untuk pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
            Berbeda dengan peraturan-peraturan sebelumnya, di dalam Perpres nomor 54 tahun 2010 ini menambahkan satu sistem pemilihan penyedia barang/jasa, yaitu sistem pemilihan Pengadaan Langsung yang dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Sistem Pengadaan Langsung ini dirumuskan untuk mengakomodir pengadaan barang/jasa yang sifat, besaran dan resikonya kecil serta untuk mengakomodir kebutuhan operasional yang sebelumnya dirasakan terlalu berbelit-belit dan tidak efisien bila menggunakan sistem pemilihan penyedia barang/jasa yang lainnya. Pada sistem Pengadaan Langsung, proses yang harus dilakukan cukup singkat dan jauh lebih praktis dibanding sistem pemilihan yang lain. Tahapan Pengadaan Langsung itu meliputi:
a) survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang berbeda;
b) membandingkan harga penawaran dengan HPS; dan
c) klarifikasi teknis dan negosiasi harga/biaya.

Tahapan di atas memang jauh lebih singkat, namun yang dirasakan oleh para pelaku/Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah masih cukup ribetnya dokumen pemilihan yang harus dibuat untuk pengadaan langsung ini dimana berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010, dokumen pemilihan untuk Pengadaan Langsung paling sedikit meliputi:
(1) undangan/pengumuman;
(2) Instruksi Kepada Peserta;
(3) rancangan Kontrak:
(a) surat perjanjian;
(b) syarat umum Kontrak;
(c) syarat khusus Kontrak; dan
(d) dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
(4) daftar kuantitas dan harga;
(5) spesifikasi teknis, KAK dan/atau gambar;
(6) bentuk surat penawaran;
(7) bentuk Jaminan; dan
(8) contoh-contoh formulir yang perlu diisi.

Yang menjadi keluhan para Pokja, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah bila mereka mengadakan barang/jasa yang besaran dananya sangat kecil, karena Perpres nomor 54 tahun 2010 sudah menetapkan bahwa dokumen pemilihan yang mereka buat tadi paling sedikit harus memuat ke 8 item di atas maka bila dokumen pemilihan itu dicetak dalam satu jilidan/buku maka hasil cetakannya akan menghasilkan berpuluh-puluh dna mungkin beratur-ratus lembar serta untuk menyusunnyapun perlu waktu dan pemikiran yang cukup banyak. Hal ini mereka rasakan tidak sebanding dengan angka besaran barang/jasa yang akan mereka adakan, padahal bila dilakukan dengan uang pribadi (membeli barang/jasa dalam kehidupan sehari-hari) maka bisa dilakukan dengan jauh lebih praktis, cukup datang ke para penyedia/penjual lalu menawr atau langsung bayar bila barang itu sudah ditetapkan dengan harga pas dan para pembeli tadi sudah mendapatkan struk pembelian. Bahkan untuk pasar tradisional atau pedagang-pedagang kecil sering tidak menyediakan struk pembelian karena harga yang mereka tawarkan sudah merupakan harga pasar yang sudah diketahui oleh masyarakat umum.
Walaupun sistem Pengadaan Langsung ini adalah sistem yang paling praktis di antara sistem pemilihan penyedia barang/jasa lainnya, namun kita bisa melihat dari proses pengadaan yang harus dilalui cukup ribet (disamping batasan minimal dari dokumen pemilihan yang harus dibuat oleh para pelaku yang terlibat di dalamnya), misalnya dalam proses pengadaan barang, tahapan yang harus dilalui yaitu:
a) Pejabat Pengadaan mencari informasi barang dan harga melalui media elektronik maupun non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi teknis serta untuk mendapatkan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan; (bila diperlukan)
d) Pejabat Pengadaan melakukan transaksi; dan
e) Pejabat Pengadaan mendapatkan bukti transaksi dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) berupa bukti pembelian;
(2) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; dan
(3) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Proses di atas cukup praktis, namun tetap saja dokumen pemilihan yang harus dibuat harus tetap memuat batasan minimal yang ternyata cukup banyak memakan waktu dan pikiran. Untuk tahapan proses pengadaan langsung yang dilakukan untuk pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya lebih panjang lagi, yaitu
a) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait Pekerjaan Konstruksi dan harga melalui media elektronik maupun non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan harga;
d) undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumendokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan;
e) penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan;
f) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan harga yang wajar;
g) negosiasi dilakukan berdasarkan HPS;
h) dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang;
i)   Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung
j) Pejabat Pengadaan menyampaikan berita acara kepada PPK;
k) PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; atau
(2) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Proses pengadaan barang/jasa untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan dengan sistem pengadaan langsung di atas lebih panjang lagi dari proses pengadaan barang walaupun jauh lebih praktis dari sistem pengadaan lainnya. Namun bila harus mengikuti peraturan perundang-undangan tentang pekerjaan konstruksi yang mengharuskan adanya laporan harian, mingguan dan bulanan maka akan terasa begitu ribet bila kita mengadakan pekerjaan konstruksi dengan dana dan skala yang sangat kecil. Berikut ini juga bisa kita lihat uraian proses pengadaan langsung untuk pekerjaan konsultansi:
1) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait dengan pekerjaan Jasa Konsultansi yang dibutuhkan beserta biayanya secara tertulis melalui media elektronik maupun non elektronik.
2) Pejabat Pengadaan membandingkan biaya dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda.
3) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, biaya, dan formulir isian kualifikasi. Undangan dilampiri Kerangka Acuan Kerja, dan dokumen-dokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
4) Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan biaya secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan.
5) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi biaya pada saat penawaran disampaikan.
6) Ketentuan negosiasi biaya:
a) dilakukan berdasarkan HPS, untuk memperoleh kesepakatan biaya yang efisien dan efektif dengan tetap mempertahankan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan penawaran teknis yang diajukan penyedia;
b) dalam hal negosiasi biaya tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan diadakan Pengadaan Langsung ulang;
c) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Negosiasi Biaya.
7) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung
8) Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara kepada PPK;
9) PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
a) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; atau
b) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).

Keluhan-keluhan di atas biasanya ditemukan pada kegiatan pengadaan bahan bakar minyak (BBM), pengadaan makan minum rapat, pembayaran rekening listrik, telpon, koran, dan PDAM, pembelian barang-barang kebutuhan sehari-hari (sabun, minyak goreng, handuk dan sejenisnya), pembelian barang-barang mendesak  (seperti saat mereka harus menambal ban mobil dinas dan pengadaan-pengadaan barang/jasa yang sifatnya mendesak namun dengan volume dan besaran biaya yang sangat kecil lainnya. Agar lebih efisien dalam pelaksanaannya, selama ini mereka menggunakan sistem “order” (walaupun sistem ini tidak dikenal dalam Perpres nomor 54 tahun 2010). Sistem order ini dilaksanakan dengan membeli barang/jasa yang mereka butuhkan dengan dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya terlebih dahulu, kemudian setelah jumlah barang/jasa dan dana yang dikeluarkan cukup banyak (biasanya dikumpulkan dulu per 3 bulan) barulah PPK ataupun PPTK membuatkan surat Order berdasarkan bon yang telah mereka kumpulkan saat membeli dengan dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya tadi. Surat order ini berisi tentang pesanan barang/jasa dari pihak PPK dan atau PPTK atau pihak lain yang memiliki wewenang untuk mengadakan barang/jasa dilengkapi spesifikasi barang dan jasa serta volumenya, dan sistem order ini tidak melibatkan pejabat ataupun panitia pengadaan. Berdasarkan surat Order tadilah bendahara pengeluaran mengeluarkan sejumlah dana APBN/APBD untuk membayarnya.
Sistem order ini disarankan oleh para auditor dan pihak SKPD yang menangani masalah keuangan untuk membeli barang dan mengadakan jasa yang volume dan besaran dananya relatif kecil agar tidak terlalu ribet dalam memprosesnya, walaupun sebenarnya dengan sistem Order seperti di atas masih menyisakan rasa bingung+aneh karena sering kali para pelakunya harus mencari/mengadakan bon yang berkaitan dengan mata anggaran yang sudah ditetapkan di dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) ataupun dokumen anggaran sejenis walaupun hal itu dilakukan dengan cara “fiktif” karena barang/jasa yang sangat mereka perlukan saat itu tidak dianggarkan dalam DPA itu atau anggarannya tidak mencukupi atau pihak penjual barang dan penyedia jasa tidak menyediakan bon/tanda bukti pembelian sehingga agar tetap ada tanda bukti supaya tidak mengalami kesulitan saat pemeriksaan oleh auditor/inspektorat maka dicarikanlah bon fiktif (biasanya hal ini terpaksa dilakukan bila kita membeli di pedagang-pedagang tradisioal).
Masalah akan muncul lagi bila kita menginginkan barang/jasa yang memiliki kualitas yang lebih bagus namun harganya sedikit lebih tinggi dari harga barang/jasa sejenis. Misalnya bila kita ingin mengcopy berkas. Hasil copy-an di toko A cukup bagus dengan biaya per lembarnya Rp.150,- sedangkan di toko B hasilnya lebih bagus lagi dengan biaya per lembarnya Rp.200,-. Sistem pengadaan langsung yang tertulis di Perpres nomor 54 tahun 2010 lebih mengarahkan kita untuk memilih harga yang terendah. Hal inilah yang menjadi kendala bagi kita untuk mendapatkan barang/jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik walaupun harganya lebih tinggi karena kesulitan menyebutkan spesifikasi yang bisa membedakan secara tegas antara hasil pekerjaan dari satu penyedia dengan penyedia yang lainnya.
Berdasarkan kasus-kasus di atas maka saya mengusulkan agar sistem Pengadaan Langsung didesain kembali agar lebih praktis dan lebih singkat, seperti pada masalah pembuatan dokumen pemilihan bisa ditetapkan batasan minimalnya cukup hanya memuat spesifikasi teknis barang/jasa yang diperlukan. Sedangkan harga disarankan masih harus menyertakan hasil perbandingan minimal dari dua penyedia barang/jasa yang berbeda. Namun untuk barang/jasa yang harganya sudah ditetapkan oleh Pemerintah atau sudah merupakan harga umum di pasaran/harga pas (seperti pembelian bensin untuk mobil dinas) maka PPK dan/atau PPTK serta Pejabat Pengadaan tidak perlu lagi melakukan survei  ataupun perbandingan harga (selama bisa dipertanggung jawabkan, cukup menyebutkan sumber referensi harga yang dipakainya). Sedangkan untuk pembelian barang dan pengadaan jasa kepada pedagang-pedagang/penyedia barang/jasa yang tidak menyediakan tanda bukti pembelian maka bisa digantikan dengan meminta tanda tangan serta tulisan tangan mereka pada kuitansi yang kita buat sendiri. Untuk barang/jasa yang sangat diperlukan oleh SKPD namun tidak sempat dianggarkan dalam DPA atau dokumen sejenis semestinya diberikan dasar hukum untuk mengizinkan untuk menggunakan dana dari rekening anggaran lain yang dianggap masih berlebihan, namun tentunya dengan pembuatan Berita Acara yang harus memuat alasan pengalihan sebagian kecil dana tersebut untuk keperluan lainnya.