Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur semua pengadaan barang/jasa
pemerintah, kecuali pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan tersendiri. Pengadaan
barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya yang
menggunakan dana dari APBN/APBD prosedur tata cara pengadaannya dan pemilihan
penyedia barang/jasanya diatur dalam berbagai macam sistem pemilihan, seperti:
1. Pelelangan Umum > merupakan metode pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat
diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
memenuhi syarat. Semua pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya
pada prinsipnya menggunakan sistem ini dalam memproses penyedia barang/jasa.
2.
Pelelangan Terbatas > merupakan
metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi
dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk
pekerjaan yang kompleks.
3. Pelelangan Sederhana > merupakan
metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai
paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4.
Pemilihan Langsung > merupakan metode
pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada prinsipnya sistem Pemilihan
Langsung ini sama dengan Pelelangan Sederhana, namun penyebutan namanya saja
yang dibedakan karena untuk pekerjaan konstruksi memiliki istilah tersendiri
dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
5.
Seleksi Umum > merupakan metode
pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh
semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat. Serupa dengan prinsip
dari sistem Pelelangan Umum, hanya saja sistem ini didesain khusus untuk
pemilihan penyedia jasa konsultansi.
6.
Seleksi Sederhana > merupakan metode
pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling
tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
7. Sayembara > merupakan
metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal,
kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan
Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Jasa Lainnya yang merupakan
hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
8. Kontes > merupakan
metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang
tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan
berdasarkan Harga Satuan dan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang yang
merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
9.
Penunjukan Langsung > merupakan metode
pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa
dalam hal:
a.
keadaan tertentu; dan/atau
b.
pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa
Lainnya yang bersifat khusus.
10. Pengadaan Langsung > merupakan Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada
Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung dan
bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 untuk pengadaan barang, pekerjaan
konstruksi dan jasa lainnya dan paling tinggi Rp.50.000.000,00 untuk pengadaan
jasa konsultasi dengan ketentuan:
a.
merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
b.
teknologi sederhana;
c.
risiko kecil; dan/atau
d.
dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha
orangperseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali
untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi
oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.
Jadi berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010 itu semua pengadaan barang dan
jasa yang dananya sebagian atau seluruhnya menggunakan dana ABPD dan/atau APBN
meski dengan besarran 1 rupiahpun harus dilakukan berdasarkan Perpres ini,
kecuali untuk pengadaan tanah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Berbeda dengan peraturan-peraturan
sebelumnya, di dalam Perpres nomor 54 tahun 2010 ini menambahkan satu sistem
pemilihan penyedia barang/jasa, yaitu sistem pemilihan Pengadaan Langsung yang dilaksanakan
oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Sistem Pengadaan Langsung ini dirumuskan
untuk mengakomodir pengadaan barang/jasa yang sifat, besaran dan resikonya
kecil serta untuk mengakomodir kebutuhan operasional yang sebelumnya dirasakan
terlalu berbelit-belit dan tidak efisien bila menggunakan sistem pemilihan
penyedia barang/jasa yang lainnya. Pada sistem Pengadaan Langsung, proses yang
harus dilakukan cukup singkat dan jauh lebih praktis dibanding sistem pemilihan
yang lain. Tahapan Pengadaan Langsung itu meliputi:
a) survei
harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang
berbeda;
b) membandingkan
harga penawaran dengan HPS; dan
c) klarifikasi
teknis dan negosiasi harga/biaya.
Tahapan di atas memang jauh lebih singkat, namun yang dirasakan oleh para
pelaku/Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah
masih cukup ribetnya dokumen pemilihan yang harus dibuat untuk pengadaan
langsung ini dimana berdasarkan Perpres nomor 54 tahun 2010, dokumen pemilihan
untuk Pengadaan Langsung paling sedikit meliputi:
(1) undangan/pengumuman;
(2) Instruksi Kepada
Peserta;
(3) rancangan
Kontrak:
(a) surat perjanjian;
(b) syarat umum Kontrak;
(c) syarat khusus Kontrak; dan
(d) dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
(4) daftar kuantitas
dan harga;
(5) spesifikasi
teknis, KAK dan/atau gambar;
(6) bentuk surat
penawaran;
(7) bentuk Jaminan;
dan
(8) contoh-contoh
formulir yang perlu diisi.
Yang menjadi keluhan para Pokja, Pejabat
Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen adalah bila mereka mengadakan
barang/jasa yang besaran dananya sangat kecil, karena Perpres nomor 54 tahun
2010 sudah menetapkan bahwa dokumen pemilihan yang mereka buat tadi paling
sedikit harus memuat ke 8 item di atas maka bila dokumen pemilihan itu dicetak
dalam satu jilidan/buku maka hasil cetakannya akan menghasilkan berpuluh-puluh
dna mungkin beratur-ratus lembar serta untuk menyusunnyapun perlu waktu dan
pemikiran yang cukup banyak. Hal ini mereka rasakan tidak sebanding dengan
angka besaran barang/jasa yang akan mereka adakan, padahal bila dilakukan
dengan uang pribadi (membeli barang/jasa dalam kehidupan sehari-hari) maka bisa
dilakukan dengan jauh lebih praktis, cukup datang ke para penyedia/penjual lalu
menawr atau langsung bayar bila barang itu sudah ditetapkan dengan harga pas
dan para pembeli tadi sudah mendapatkan struk pembelian. Bahkan untuk pasar
tradisional atau pedagang-pedagang kecil sering tidak menyediakan struk
pembelian karena harga yang mereka tawarkan sudah merupakan harga pasar yang
sudah diketahui oleh masyarakat umum.
Walaupun sistem Pengadaan Langsung ini adalah
sistem yang paling praktis di antara sistem pemilihan penyedia barang/jasa
lainnya, namun kita bisa melihat dari proses pengadaan yang harus dilalui cukup
ribet (disamping batasan minimal dari dokumen pemilihan yang harus dibuat oleh
para pelaku yang terlibat di dalamnya), misalnya dalam proses pengadaan barang,
tahapan yang harus dilalui yaitu:
a) Pejabat Pengadaan
mencari informasi barang dan harga melalui media elektronik maupun
non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan
membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi
yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan
melakukan klarifikasi dan negosiasi teknis serta untuk mendapatkan harga yang
wajar serta dapat dipertanggungjawabkan; (bila diperlukan)
d) Pejabat Pengadaan
melakukan transaksi; dan
e) Pejabat Pengadaan
mendapatkan bukti transaksi dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai
sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) berupa bukti pembelian;
(2) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai
sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; dan
(3) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai
sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah
Kerja (SPK).
Proses di atas cukup praktis, namun tetap
saja dokumen pemilihan yang harus dibuat harus tetap memuat batasan minimal
yang ternyata cukup banyak memakan waktu dan pikiran. Untuk tahapan proses
pengadaan langsung yang dilakukan untuk pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya lebih
panjang lagi, yaitu
a) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait
Pekerjaan Konstruksi dan harga melalui media elektronik maupun non-elektronik;
b) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan
kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
c) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia
yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan
harga;
d) undangan dilampiri spesifikasi teknis
dan/atau gambar serta dokumendokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan
yang dibutuhkan;
e) penyedia yang diundang menyampaikan penawaran
administrasi, teknis dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah
ditentukan dalam undangan;
f) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi,
melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan harga yang
wajar;
g) negosiasi dilakukan berdasarkan HPS;
h) dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan
kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan
Langsung ulang;
i) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil
Pengadaan Langsung
j) Pejabat Pengadaan
menyampaikan berita acara kepada PPK;
k) PPK melakukan
perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
(1) untuk Pengadaan
Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
berupa kuitansi; atau
(2) untuk Pengadaan
Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
berupa Surat Perintah Kerja (SPK).
Proses pengadaan barang/jasa untuk pekerjaan
konstruksi yang dilakukan dengan sistem pengadaan langsung di atas lebih
panjang lagi dari proses pengadaan barang walaupun jauh lebih praktis dari
sistem pengadaan lainnya. Namun bila harus mengikuti peraturan
perundang-undangan tentang pekerjaan konstruksi yang mengharuskan adanya
laporan harian, mingguan dan bulanan maka akan terasa begitu ribet bila kita
mengadakan pekerjaan konstruksi dengan dana dan skala yang sangat kecil.
Berikut ini juga bisa kita lihat uraian proses pengadaan langsung untuk
pekerjaan konsultansi:
1) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait dengan pekerjaan Jasa
Konsultansi yang dibutuhkan beserta biayanya secara tertulis melalui media
elektronik maupun non elektronik.
2) Pejabat Pengadaan membandingkan biaya dan kualitas paling sedikit dari 2
(dua) sumber informasi yang berbeda.
3) Pejabat Pengadaan mengundang calon penyedia yang diyakini mampu untuk
menyampaikan penawaran administrasi, teknis, biaya, dan formulir isian
kualifikasi. Undangan dilampiri Kerangka Acuan Kerja, dan dokumen-dokumen lain
yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan.
4) Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan
biaya secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan.
5) Pejabat Pengadaan membuka, mengevaluasi, melakukan klarifikasi teknis
dan negosiasi biaya pada saat penawaran disampaikan.
6) Ketentuan negosiasi biaya:
a) dilakukan berdasarkan HPS, untuk memperoleh kesepakatan biaya yang
efisien dan efektif dengan tetap mempertahankan hasil yang ingin dicapai sesuai
dengan penawaran teknis yang diajukan penyedia;
b) dalam hal negosiasi biaya tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan
Langsung dinyatakan gagal dan diadakan Pengadaan Langsung ulang;
c) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Negosiasi Biaya.
7) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung
8) Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara kepada PPK;
9) PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan
ketentuan:
a) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) berupa kuitansi; atau
b) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) berupa Surat Perintah Kerja (SPK).
Keluhan-keluhan di atas biasanya ditemukan
pada kegiatan pengadaan bahan bakar minyak (BBM), pengadaan makan minum rapat,
pembayaran rekening listrik, telpon, koran, dan PDAM, pembelian barang-barang
kebutuhan sehari-hari (sabun, minyak goreng, handuk dan sejenisnya), pembelian
barang-barang mendesak (seperti saat
mereka harus menambal ban mobil dinas dan pengadaan-pengadaan barang/jasa yang
sifatnya mendesak namun dengan volume dan besaran biaya yang sangat kecil
lainnya. Agar lebih efisien dalam pelaksanaannya, selama ini mereka menggunakan
sistem “order” (walaupun sistem ini tidak dikenal dalam Perpres nomor 54 tahun
2010). Sistem order ini dilaksanakan dengan membeli barang/jasa yang mereka
butuhkan dengan dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya terlebih dahulu,
kemudian setelah jumlah barang/jasa dan dana yang dikeluarkan cukup banyak
(biasanya dikumpulkan dulu per 3 bulan) barulah PPK ataupun PPTK membuatkan
surat Order berdasarkan bon yang telah mereka kumpulkan saat membeli dengan
dana pribadi atau dana-dana talangan lainnya tadi. Surat order ini berisi
tentang pesanan barang/jasa dari pihak PPK dan atau PPTK atau pihak lain yang
memiliki wewenang untuk mengadakan barang/jasa dilengkapi spesifikasi barang
dan jasa serta volumenya, dan sistem order ini tidak melibatkan pejabat ataupun
panitia pengadaan. Berdasarkan surat Order tadilah bendahara pengeluaran
mengeluarkan sejumlah dana APBN/APBD untuk membayarnya.
Sistem order ini disarankan oleh para auditor
dan pihak SKPD yang menangani masalah keuangan untuk membeli barang dan
mengadakan jasa yang volume dan besaran dananya relatif kecil agar tidak
terlalu ribet dalam memprosesnya, walaupun sebenarnya dengan sistem Order
seperti di atas masih menyisakan rasa bingung+aneh karena sering kali para
pelakunya harus mencari/mengadakan bon yang berkaitan dengan mata anggaran yang
sudah ditetapkan di dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) ataupun dokumen
anggaran sejenis walaupun hal itu dilakukan dengan cara “fiktif” karena
barang/jasa yang sangat mereka perlukan saat itu tidak dianggarkan dalam DPA
itu atau anggarannya tidak mencukupi atau pihak penjual barang dan penyedia
jasa tidak menyediakan bon/tanda bukti pembelian sehingga agar tetap ada tanda
bukti supaya tidak mengalami kesulitan saat pemeriksaan oleh
auditor/inspektorat maka dicarikanlah bon fiktif (biasanya hal ini terpaksa
dilakukan bila kita membeli di pedagang-pedagang tradisioal).
Masalah akan muncul lagi bila kita
menginginkan barang/jasa yang memiliki kualitas yang lebih bagus namun harganya
sedikit lebih tinggi dari harga barang/jasa sejenis. Misalnya bila kita ingin
mengcopy berkas. Hasil copy-an di toko A cukup bagus dengan biaya per lembarnya
Rp.150,- sedangkan di toko B hasilnya lebih bagus lagi dengan biaya per
lembarnya Rp.200,-. Sistem pengadaan langsung yang tertulis di Perpres nomor 54
tahun 2010 lebih mengarahkan kita untuk memilih harga yang terendah. Hal inilah
yang menjadi kendala bagi kita untuk mendapatkan barang/jasa yang memiliki
kualitas yang lebih baik walaupun harganya lebih tinggi karena kesulitan
menyebutkan spesifikasi yang bisa membedakan secara tegas antara hasil pekerjaan
dari satu penyedia dengan penyedia yang lainnya.
Berdasarkan kasus-kasus di atas maka saya
mengusulkan agar sistem Pengadaan Langsung didesain kembali agar lebih praktis
dan lebih singkat, seperti pada masalah pembuatan dokumen pemilihan bisa
ditetapkan batasan minimalnya cukup hanya memuat spesifikasi teknis barang/jasa
yang diperlukan. Sedangkan harga disarankan masih harus menyertakan hasil
perbandingan minimal dari dua penyedia barang/jasa yang berbeda. Namun untuk
barang/jasa yang harganya sudah ditetapkan oleh Pemerintah atau sudah merupakan
harga umum di pasaran/harga pas (seperti pembelian bensin untuk mobil dinas) maka
PPK dan/atau PPTK serta Pejabat Pengadaan tidak perlu lagi melakukan survei ataupun perbandingan harga (selama bisa
dipertanggung jawabkan, cukup menyebutkan sumber referensi harga yang
dipakainya). Sedangkan untuk pembelian barang dan pengadaan jasa kepada
pedagang-pedagang/penyedia barang/jasa yang tidak menyediakan tanda bukti
pembelian maka bisa digantikan dengan meminta tanda tangan serta tulisan tangan
mereka pada kuitansi yang kita buat sendiri. Untuk barang/jasa yang sangat
diperlukan oleh SKPD namun tidak sempat dianggarkan dalam DPA atau dokumen
sejenis semestinya diberikan dasar hukum untuk mengizinkan untuk menggunakan
dana dari rekening anggaran lain yang dianggap masih berlebihan, namun tentunya
dengan pembuatan Berita Acara yang harus memuat alasan pengalihan sebagian
kecil dana tersebut untuk keperluan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar